100 Tahun NU, Ghanefri : Merawat Jagat, Mengembangkan Peradaban

Upacara puncak resepsi Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) yang akan digelar di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo, Jawa Timur pada hari Selasa, 7 Februari 2023. Rangkaian kegiatan tersebut terbuka untuk semua warga NU dan masyarakat umum. Kepala Negara dan para undangan dari kalangan pejabat tinggi negara, insyaallah juga akan hadir dalam momen ini. Pencapaian ini akan dimeriahkan dengan puncak perayaan yang digelar dengan berbagai kegiatan.

Perayaan 100 tahun NU mengusung tema “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru,” mengutip beberapa pernyataan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, “Harlah satu abad NU menjadi momen untuk membangun kapasitas yang lebih besar dan berkontribusi untuk kemaslahatan manusia dan negara. NU akan terus berkomitmen untuk membangun peradaban yang harmonis dan damai. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu nilai yang dipegang NU selama ini dan akan terus disebarkan di masa mendatang. NU ingin mengajak kepada seluruh jajarannya untuk menjadikan momentum memasuki abad kedua ini sebagai momentum istimewa”.

Sementara Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas seperti dikutip pada laman Kemenag RI, mengatakan ada tiga momentum penting dalam menyambut Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur. Pertama, adalah momentum organisasi. “Ini adalah momentum organisasi dan NU akan tunjukkan pada dunia kalau 100 juta kader NU itu benar adanya dan bukan sekadar omongan. Ini organisasi tertata yang bertahan hingga 100 tahun. Kedua, lanjut Menag, adalah momentum spiritual. Sebab, NU itu sarat dimensi spiritual. Ditambah lagi dengan adanya gelaran Muktamar Internasional Fiqih Peradaban yang melibatkan ratusan ulama dunia. Ketiga adalah momentum kultural. NU lahir di Jatim dan momentum ini menjadi penghargaan bagi warga NU kepada Provinsi Jawa Timur
Dikutip dari bergagai sumber, kilas balik kelahiran NU dimulai pada 16 Rajab 1344 H (yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926) di Kota Surabaya, didirikan oleh tokoh-tokoh seperti K.H. Hasyim Asy’ari, K. H. Wahab Hasbullah dan para ulama lainnya ketika upaya reformasi mulai meluas, yang merupakan ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai dengan akidah Asy’ariyah dan fiqih Mazhab Syafi’i) dan kepentingan ekonomi anggotanya. Pandangan keagamaan NU dianggap “tradisionalis” karena menoleransi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Bagaimana NU merawat jagat dan mengembangkan peradaban? didasarkan pada faham ahlussunnah wal jamaah, yang selama ini menjadi dasar cara berfikir NU. Menjadi landasan dalam membangun karakter fikrah nahdiyah yang merupakan cara berfikir yang moderat, dinamis bersifat perbaikan, dengan segala metode dan landasan yang digunakan serta batasan-batasannya. Landasan berfikir itulah yang dilakukan NU untuk mengentaskan masalah keagamaan, masyarakat politik, sosial, ekonomi dan budaya. Termasuk juga dalam konteks memperbaiki umat, negara dan memperbaiki dunia ke arah yang lebih baik.
Di samping itu NU, Sejak tahun 1938, telah membangun umat melalui pendirian koperasi yang memiliki budaya korporasi atau corporate culture. Adapun budaya tersebut ialah mengandung nilai karakter kejujuran, amanah memenuhi janji dan saling membantu. Hal ini dilatarbelakangi oleh spirit membangun umat yang kuat, tangguh, dan memiliki resiliensi menghadapi berbagai tantangan peradaban lain.

Selama ini, organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran penting dalam kancah peradaban dunia. Utamanya dalam model pelaksanaan praktik keberagamaan yang moderat dan toleran. Karena itu, NU kini semakin mendunia dan menginspirasi peradaban dunia. Dunia juga turut mengakui bagaimana peran dan kontribusi NU ini dalam menjaga peradaban dunia yang penuh kedamaian, salah satunya melalui moderasi beragama dengan konsep tasawuth.

Tidak dapat dipungkiri, dengan jumlah warga Nahdliyyin yang saat ini diperkirakan mencapai 100 juta orang di seluruh Indonesia, NU telah membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan bukanlah dua hal yang perlu dipertentangkan, melainkan bisa harmoni dan saling memperkuat. Hal tersebut bukan semata karena persoalan politik, melainkan paham keagamaan yang dikembangkan NU memungkinkan keduanya-keislaman dan keindonesiaan-bisa hidup bersama, sebagai modal serta kekuatan merawat jagat.

Memasuki abad kedua, Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU), H Nusron Wahid dalam sebuah kesempatan mengingatkan kepada segenap lapisan masyarakat NU untuk siap meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kedepannya NU kalau mau diperhitungkan di Indonesia, NU harus mempunyai kader di tiga lapisan, atau kader NU haruslah terdiri dari tiga unsur yang memiliki peran dan fungsi di lintas sektor, bukan agama semata. Unsur-unsur tersebut adalah (1). Mempersiapkan kader kader ulama (2). Mempersiapkan kader teknokrat dan birokrat (3). NU mempunyai kader-kader politik di semua partai politik.

Melalui artikel pendek ini atas nama Pengurus Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan warga nadliyyin di Provinsi Sumatera Barat mengucapkan “Selamat Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke-100 Tahun 2023. Semoga dengan spirit Islam pengembangan peradaban dan tetap istiqomah di jalan dakwah, dalam merekat ukhuwah dan mengembangkan moderasi, merawat kebhinekaan serta membangun kemajuan umat dan bangsa khususnya di ranah Minang tercinta”. ***